KaliandaNews.com – Anak medan yang tidak diketahui identitasnya sebenarnya menulis Surat untuk Rio Haryanto pembalap F1 Manor Ricing Team, dalam pesan berantai di Jejaring Sosial WhatsApp, dia menyebut diri abang Pesal dan mengaku pernah berfoto bersama dengan Rio, berikut isi Surat Anak Medan buat Rio Haryanto yang di terima KaliandaNews.com via WhatsApp yang berjudul Surat Anak Medan buat Rio Haryanto Pembalap F1:
**
Apakabar, Rio?
Masih di Merbourne-nya?
Ini Bang Pesal yang poto-poto di kantor sama kau bulan lalu.
Mudah-mudahan sehat-sehat saja ya. Jangan kau begadang. Juga jangan tenggak anggur disana. Jangan tiru abangmu ini waktu muda. Tiap hari teguk step atau kamput. Kayak spiritus rasanya. Rusaknya abang ini.
Merinding abang lihat penampilan kau itu, bah. Paten kali kulihat. Gantengnyaaa.. Jeges. Orang sekampung melongo liat kau, Rio. Cemana pulak bisa orang Solo masuk F1. Salut abang, Dek.
Jangan kecil hati kau gak sampe habis semalam di sirkuit. Yang penting sudah kau injak aspalnya tu. Di Australia lagi. Bukan di Sentul. Mana bisa sembarang orang kayak abang bisa kesitu. Kau ingat itu.
Abang hanya ingatkan, jangan dengar kali suara orang di sini. Abang tengok banyak kali cerita orang itu. Dianggapnya mudah bisa maen disitu. Gak ada otaknya orang tu semua. Macam pande kali dia itu. Bawak slow saja, Dek.
Orang itu nampak kali gak pernah berjuang. Mau enaknya saja. Cemana laa. Orang itu banyak jadi anggota DPRD, ijazahnya persamaan nya. Mocok-mocoknya kerjanya dulu. Masuk parte, entah apa prestasinya. Dipilih kawan-kawannya itu. Jadilah dia masuk gedung DPRD. Petantang-petenteng pulak. Belum tentu dia itu hapal Undang-undang. Cuma lagaknya saja banyak.
Rio, hari ini banyak berita kau di koran dan tipi. Tapi abang nasihati kau. kalau baca ulasannya, jangan la bawak kali masuk ke hati. Banyak tak bagusnya itu. Melecehkan saja isinya. Pening kepala kita. Semua maunya ribut. Yang bagus pun ditulis ancur. Tak syor kita bacanya. Mungkin kayak gitu yang diajari mamaknya sejak kecil. Ngertilah kau ya.
Dek, apapun kata orang, abang salut sama kau. Mana ada orang Indonesia bisa masuk F1, selain kau. Alamak jang. Masuk MURI lah itu nanti. Perjuangan kau tak bisalah rasanya abang tiru. Susah itu.
Abang dengar, mogoknya kendaraan kau. Itu bukan silap kaunya itu. Kerjaan si Manor nya itu. Tak beres. Nanti-nanti ingatkan dia, jangan bikin ilang syor terus.
Tapi abang tengok, biasanya pembalap itu gagal. Abang rasa, jagonya kau nyupir. Cuma nasib saja kemarin gak habis kau tanding. Si Schumacher saja pernah sial. Si Lewis juga pernahnya mobilnya rusak. Biasanya itu. Malah ada yang belum start saja sudah mogok dia. Kayak si Keviyat. Padahal si Putin sponsornya. Tak jaminan la. Gak usah suntuk kau. Masalah gelleng itu.
Abang kemarin agak was-was juga. Takut abang kau kecelakaan di lapangan. Mau kemana muka abang dan orang kampung kalau kek gitu. Ternyata paten kali kau itu bah. Tak ada kau senggol orang. Untung tak kau tiru metromini di jakarta. Semua mau disenggol. Ada celah dikit di jalan langsung sorong kepala. Badannya pasti masuk nanti. Itu pikiran sopirnya. Betul-betul abang takut kau tiru sopir metromini. Meskipun tak semua sopirnya jelek. Bang Ucok abang rasa bagusnya cara nyupirnya. Tenang kulihat. Mungkin karena iparnya jadi keneknya barangkali. Cuma abang pikir-pikir, mobil balap kau kek mirip warnanya sama metromini. Cemana bisa begitu? Mudah-mudahan salah tengok saja abang ni.
Eh, ternyata si Alonso yang berantam mobilnya sama si Guterez. Baguslah kau tak ikut-ikut orang itu betekak di lapangan. Memang sudah cocok kau jadi pembalap di F1 tu. Bukan abang itu yang ngomong. Abang baca, kalok gak profesional manalah bisa ikut balapan kek gitu. Apalagi kalau tak silap, gak ada KKN di F1. Itu bedanya dengan balapan jadi pengurus parte. Ada bapak, binik, anak, menantu, ipar, adek, entah siapanya lagi. Masuk semua jadi pengurus. Bapak diganti anak biasanya disini. Akhirnya kena narkoba dia. Ada contohnya itu.
Cuma abang pesan, janganlah kau kesana-kemari cari dana untuk bisa maen lagi di sirkuit lain. Aneh aja abang rasa. Kau serius saja mikirkan lomba. Untuk cari dana biar elit yang pake safari itu yang urus. Kau gak usah takut. Abang tengok sudah banyak pejabat poto-poto sama kau. Abang rasa, maulah orang itu ngasih kau duitnya. 100 milyard gak ada artinya sama orang tu. Kawan-kawannya malah ada yang korupsi trilyunan. Biasa-biasa saja nya abang lihat orang itu. Kayak tak merasa berdosa semua. Di tipi masih bisa ketawa-ketawa. Tak ada takutnya. Tapi abang rasa, putih juga tapak kakinya. Kembut juga dia itu. Cuma dasar pemain, bisa dia bersandiwara.
Abang mau tanya, cemananya dana yang kau minta itu? Sudahnya terkumpul? Abang salut sama PERTAMINA mau nyumbang banyak untuk kau. Pantas memang kita jaga PERTAMINA. Mereka rupanya menolong sejak di lomba-lomba kau selama ini. Cuma herannya begitu kau masuk F1, kok banyak kali yang mau dekat kau? Minta poto lah. Minta didatangi. Adanya orang tu ngasih duit ke kau? Kalau gak, bengis kali lah hati orang itu. Model pencitraan pulak yang dipakainya. Entah siapa yang ditirunya.
Okelah ya Rio. Abang tunggu kabar kau. Abang dengar kau tanding nanti di Bahrain. Kalau tak silap abang, masih ada 20 pertandingan lagi. Alamak, hebatnya. Abang tak maksa kau juara. Beratlah. Tapi abang berdoa kau bisa buat lagu Indonesia Raya nanti dinyanyikan. Cuma jangan lupa kau bawa kasetnya. Takutnya panitia tak punya pulak. Ancur nanti acaranya kalau kau juara tak siap lagunya. Tak sedap kita nengoknya. Kau bawa saja kasetnya. Abang rasa tak apa-apanya itu.
Jangan lupa kalau kau lagi duduk-duduk sama orang Manor, dikit-dikit kau bilang la, jangan banyak kali mintak duit orang tu. Bilang aja, sekarang ini nama MANOR saja sudah terkenal di sini. Omak-omak, Opung, semua dongan tahu kau pake bendera Manor. Sangkin terkenalnya, orang lupa sama kasus BLBI, Mafia Migas, Sumber Waras, Sinabung. Sebentar lagi genset di kampung abang jadi laris. Manalah mau orang kampung tak liat kau tanding. Disini seringnya mati lampu.
Jadi bertandinglah kau baek-baek ya. Jangan jujur kali kau di lapangan. Sekali-sekali kau gertak mereka. Kasih sikit pancingan. Kalau sudah jiper, ada harapan kau ditakuti. Coba kau bilang dulu ke mereka, berani gak nyopir di jakarta. Kalau bisa pagi-pagi suruh dia datang di jalanan kota. Biar mati bediri dia.
Abang rasa, kalau kau sudah sering masuk tipi, citra Indonesia pasti mantap. Bisa-bisa investor datang bawa duit kesini. Bukan kayak investor yang kemaren dulu. Apanya bawa duit banyak. Dia hanya berusaha dapat ijin disini, lalu pinjam duit di bank disini yang berafiliasi ke negaranya. Bedangkiknya lagi dia itu. Yang dijaminkan malah aset milik bangsa kita. Entah apa yang dipikirkan elit negeri kita soal ini.
Tapi jangan kau urus soal ini, Rio. Biarlah orang lain saja. Kau biar jadi contoh cemana jadi profesional yang fokus. Fokus fokus fokus. Bukan sekedar kerja kerja kerja. Ingatnya kau itu?
Seginilah surat abang ya. Sudah capek abang nulisnya. Tapi ini karena abang bangga sama kau, Rio.
Nanti kalau kau ke medan, jangan lupa kontek-kontek abang. Nanti abang jemput pake sudaco. Kalau gak naik betor. Kita raun-raun. Pasti banyak yang panggil-panggil kau. Abang pun senang lah.
Oke, salam juga dari kawan abang. Si Gundur, si Leman, si Bujing, si Torang, si Alder, si Lokot sama si Lian Kepinding. Itu semua kedan abang di medan. Dongan sabutuha.
Itu saja ya. Jangan bosan kau baca surat abang ni.
Medan ,Padang Bulan, 24 [truncated by WhatsApp]
EmoticonEmoticon